WELCOME...*** Eva Harista BLOG

Bismillahirrohmanirrohiiiim….

Alhamdulillah, alladzi ‘allamana bil qalam, ‘allamal insana maa’lam ya’lam...
Puji syukur hamba semoga selalu tercurahkan pada Allah SWT, yang telah mengajari manusia dengan pena. Dia lah yang mengajari manusia apa yang tidak mereka ketahui...

Senin, 19 Desember 2011

Arjuna Mencari Cinta

ARJUNA MENCARI CINTA 
Oleh; Eva Harista


                Mulutku ternganga, ketika kubaca sepucuk surat undangan merah muda yang ditujukan kepadaku. Aku menghela nafas panjang, seolah sebuah beban berat telah menyesakkan dadaku. Dinding dan langit-langit kamar seakan roboh dan bongkahannya serasa menimpa tubuhku. “Cintaku Rafa, ia akan menikah!” Tanpa sadar aku melemparkan tubuhku ke tempat tidur. Seluruh tubuhku lemas. Tatapanku menerawang ke langit-langit kamar. Seonggok virus cinta yang selama ini bersarang dihatiku seakan ingin kuhancurkan dan kubuang ke tempat yang jauh, agar tak ada lagi rasa sakit yang mengrogoti perasaanku.
#             #             #
                “Ngelamunin Rafa lagi ya, Dheve? Cewek seperti itu sih tidak usah dipikirin. Kamu tidak akan bisa mendapatkan dia. Dia itu cewek yang sombong dan keras kepala. Lagian Rafa itu kan alergi sama cowok. Buktinya, sudah banyak cowok yang mengutarakan perasaan mereka ke Rafa, tapi semuanya ia tolak. Termasuk kamu kan Dheve?” Cecar Astrid, salah satu teman kampusku, ketika kami sedang menikmati segelas juice di Café.
                But I fall in love with her, Trid!” Jawabku, tegas. Tak ku hiraukan perkataan Astrid yang selalu saja menjelek-jelekan Rafa dihadapanku. Ku tegukkan lagi orange juice, tenggorokanku terasa lega. Ya, setidaknya segelas juice itu dapat mengantisipasi kemarau di kekerongkonganku.
                Sebenarnya aku juga tidak mengerti alur pemikiran Rafa. Tapi aku yakin apa yang dikatakan orang tentang kejelekan Rafa, itu tidak benar. Aku paham charisma wajahnya dan aku tahu sekali pancaran kecantikannya walaupun tersembunyi di balik tirai penutup keindahannya itu.
                 Siang itu aku mencoba meyakinkan Rafa akan ketulusan hatiku padanya. Tapi nihil, Rafa tetap menolakku. “Dheve ada orang bijak berkata bahwa jatuh cinta adalah hak setiap orang, dan orang yang dijatuhi cinta juga punya hak. Hak untuk menolak atau menerima. Dan sekarang aku juga punya hak untuk menolakmu. Maafkan aku Dheve, aku tak bermaksud untuk menyakiti hatimu.” Kata-kata itu yang diucapkan tadi oleh Rafa kepadaku. Sakit rasanya. “Apa mungkin Rafa menolakku karena ia seorang wanita berjilbab? Seperti di agamaku sebelumnya, seseorang yang telah mengabdikan dirinya kepada agama dilarang berhubungan dengan seorang pria. Mungkinkah Rafa seperti itu?” Pikirku.
#             #             #
                What happent, Dheve?” Suara itu mengusir Rafa dari lamunanku. Lamunan indahku buyar. Ternyata Mbak Mona, Kakak iparku. Semenjak aku memutuskan tinggal di Bangka untuk membantu Kakakku mengelola salah satu hotel Pariwisata di Bangka kepunyaan Daddy, Mbak Mona lah yang selalu setia mendengar keluh kesahku. Kami care sekali, padahal belum genap satu tahun Mbak Mona menikah dengan Kakakku. Mbak Mona juga yang mempertemukanku dan Kakakku dengan Islam. Ya, baru empat bulan ini aku mengenal Islam. Mommy dan Daddy yang seminggu lagi akan meninggalkan Inggris dan pindah ke Jakarta, mengizinkanku dan Kakakku untuk masuk agama Islam. Walaupun mereka tetap memegang agama mereka. Tapi perbedaan itu tidak membuat keluarga kami pecah.
                “Mbak Mona, aku ingin menanyakan sesuatu. Apa seorang wanita muslimah yang mengenakan jilbab, tidak boleh berhubungan dengan pria?’’ tanyaku, serius. Walaupun sebenarnya Mbak Mona belum berjilbab, setidaknya dia tahu seluk beluk Islam dan bagaimana Islam, pikirku. Ku ceritakan semua tentang Rafa kepada Mbak Mona. Dia menyambut hangat semua keluh kesahku.
                “Boleh-boleh saja kok, Dheve. Tapi biasanya wanita berjilbab cenderung lebih membatasi pergaulan mereka. Makanya kalau kamu ingin mendapatkan gadis itu, rajin-rajin beribadah dong. Yakin deh, seorang lelaki yang baik akan mendapatkan wanita yang baik pula.” Tutur Mbak Mona, menasehatiku.
                “Eh, Mbak Mona kapan berjilbab?” Tanyaku kepadanya. Dia hanya tertawa renyah. “Insyaallah nanti…” Bisiknya sebelum berlalu dihadapanku.
                Sekarang aku bertekad untuk lebih memperdalam Islam. Kakakku sengaja mengirim seorang ustadz, khusus untuk mengajarku tentang Islam. Tapi aku merasa Rafa semakin menjauhi aku. Aku tak tahu, karena ia sulit dimengerti.
#             #             #
                Sore itu di Café…
                “Fa, masih adakah kesempatan buatku untuk menyemai benih cintaku di hatimu?” tanyaku kepadanya. Ku lihat mata sendunya berkaca-kaca. Aku tak tahu mengapa. Tapi sepertinya ia menghayati penuh pertanyaanku.
                “Sekali lagi maafkan aku, Dheve! Kita berbeda jauh dan aku tidak mungkin menerimamu!” jawabnya, polos. Ku tatap lagi mata indah gadis itu.
                “Perbedaan? Aku tahu Rafa, kamu anak orang kaya dan terpandang. Tapi aku rasa aku juga tidak kalah denganmu. Daddy punya perusahaan bahkan hotel berbintang di Negeri ini. Dan sekarang aku pun beragama Islam sepertimu. Apalagi Rafa…?” Tangkisku, penuh emosi. Ku lemparkan pandanganku ke luar Café, ku dapati hujan rintik-rintik disana.
                “Dheve, ku akui selama ini aku juga mempunyai perasaan yang sama terhadapmu. Tapi kamu tidak akan mengerti!” jawabnya, lembut. Ku tatap lagi wajah kalem gadis itu. Masih sempat ku lihat Kristal-kristal bening di pelupuk matanya mengalir satu persatu dan Rafa membiarkanku menghapus Kristal-kristal bening di wajah mulusnya itu.
                “Fa, tidak ku sangka kamu juga mencintai aku. Aku sangat bahagia. Tapi mengapa kamu masih tidak bisa menerimaku? Atau mungkin kamu sudah dijodohkan dengan lelaki lain?” tanyaku, begitu antusias. Ku rapatkan jacket kulitku, karena udara dingin sekali.
                “Iya, Dheve. Mungkin kamu tidak tahu bagaimana Indonesia sebenarnya, yang mempunyai beragam suku dan budaya yang berbeda-beda. Salah satunya suku Bugis yang ada di Bangka. Para gadis di suku kami dicarikan jodohnya oleh orang tua mereka. Begitupun aku. Aku telah dijodohkan dengan seorang lelaki dari suku Bone. Suku Bone adalah salah satu bagian dari keturunan Bugis. Dan sebentar lagi aku akan menikah, Dheve. Itulah sebabnya selama ini aku mencoba menjauh darimu. Aku tak ingin melalui hatimu juga hatiku nantinya setelah aku menikah. Aku tidak mungkin melanggar adat istiadat budaya kami. Aku tidak ingin mengecewakan keluargaku, Dheve.’’ Jelas Rafa kepadaku. Ku lihat Kristal-kristal bening dari bola mata gadis itu semakin bercucuran.
                “Walau belum genap dua tahun aku tinggal di Bangka, tapi aku sudah cukup mengenal Bangka, Fa. Dan setahuku bukankah Indonesia itu berbhennika, dimana walaupun mereka mempunyai beragam suku, budaya, adat istiadat dan agama tapi tetap satu jua kan, Fa.’’ Ujarku. Ku coba mengeluarkan semua yang ku ketahui tentang Negeri ini.
                “Ya, kamu benar Dheve.”
                So why…? I don’t understand Fa!”
                “Dheve, semua suku-suku yang ada di Indonesia mempunyai budaya dan adat istiadat yang berbeda-beda. Begitupun suku kami yang ada di Pulau ini. Inilah adat dan budaya kami. Aku harus tetap memeliharanya. Nenekku pernah bercerita kepadaku tentang seorang gadis di suku kami yang menikah dengan lelaki melayu, hidup mereka tidak bahagia. Dan adalagi yang tidak bisa mempunyai keturunan.”
                “Apa kamu percaya hal-hal seperti itu, Fa? It is impossible! Kita di dunia ini telah ada qodho dan qodharnya. Ketentuan Allah yang mengatur segalanya.” Komenku. Ku coba menangkis ucapan Rafa dengan mengeluarkan jurus-jurus Islam yang selama ini kupelajari.
                “Apa kamu tidak yakin kalau aku tidak bisa membahagiakanmu?”
                “Bukan itu Dheve.” Jawab Rafa, lirih.
                “Rafa, you love me. Will you be happy together that man?” tuturku meyakinkan Rafa.
                “Aku tak tahu Dheve.” Jawabnya pelan, sebelum ia berlalu pergi dari hadapanku. Kali ini mataku yang berkaca-kaca. Aku sangat kecewa. Bagiku tak ada lagi kesempatan untuk meyakinkan Rafa. Tapi biarlah, aku tak akan pernah menyesalinya.
#             #             #
                Hari ini mendung tersapu angin. Langit kembali cerah. Secerah ku lihat pancaran sinar dari wajah Rafa. Aku terkesima. Dia begitu anggun dengan balutan gaun putih pengantinnya. Ah Rafa, seandainya aku pria yang mendampingimu di pelaminan itu…!
                Be happy with your wedding.” Ku ucapkan padanya. Tak sedikitpun ku temukan kejanggalan pada diri Rafa. Dia terlihat begitu bahagia. Aku tak tahu apa yang ada dalam benaknya. Ya, setidaknya aku juga turut bahagia melihat orang yang ku sayangi bahagia.
                Upacara adat pernikahan itu berlangsung lama. Meriah sekali. Meskipun terasa asing  bagiku, tapi tetap ku saksikan jalannya upacara pernikahan tersebut.
                “Terima kasih Dheve, semoga kamu menemukan pendamping hidup yang lebih baik dariku.” Itu kata-kata terakhir yang diucapkan Rafa, sebelum aku berlalu pergi dari hadapannya. Ya sebuah kata perpisahan. Dia tersenyum kecil padaku dan ku balas dengan senyumanku yang paling indah.
                Ku nyalakan mesin mobilku, meninggalkan tempat itu. Meninggalkan semua kenangan indah yang telah ku lalui. Di tengah perjalanan ku bunyikan tape untuk mengusir kepiluan hatiku. Sayup-sayup ku dengar alunan suara Once Dewa, band favoritku yang tengah menyanyikan lagu “Arjuna mencari cinta.”
Sudah… ku daki gunung tertinggi
Hanya untuk mencari dimana dirimu
Sudah… ku jelajahi isi bumi
Hanya untuk dapat hidup bersamamu
Sudah… ku arungi laut samudera
Hanya untuk mencari tempat berlabuhmu
Tapi semakin jauh ku mencari
Semakin aku tak mengerti
Akulah arjuna…
Yang mencari cinta…
………….
                Ya, aku memang seorang arjuna yang mencari cinta. Walau telah ku temukan cinta itu tapi tetap tak bisa ku miliki. Tapi biarlah ku simpan cerita cinta ini di lubuk hatiku yang paling dalam. Pada angin pun aku tak mau berbagi. Sekali lagi aku tak akan menyesalinya dan aku akan tetap menapaki hari-hariku. Good bye my love…***
                Once Dewa pun terus berlagu,
………….
Mungkin ku temui cinta sejati
Saat aku hembuskan nafas terakhirku
Mungkin cinta sejati memang tak ada
Dalam cerita kehidupan ini.

THE END*

Cerpen ini adalah cerpen lamaku semasa SMA (2005), di ambil dari kisah perjalanan hidup sahabatku.***

               

Tidak ada komentar:

Posting Komentar